Subscribe

RSS Feed (xml)

3.28.2009

Gus Dur, Al-Quran, dan Pornografi

Gus Dur, Al-Quran, dan Pornografi
Syahdan, Khalifah Harun al-Rasyid marah besar pada sahibnya yang karib dan setia, yaitu Abu Nawas. Ia ingin menghukum mati Abu Nawas setelah menerima laporan bahwa Abu Nawas mengeluarkan fatwa: tidak mau ruku' dan sujud dalam salat. Lebih lagi, Harun al-Rasyid mendengar Abu Nawas berkata bahwa ia khalifah yang suka fitnah! Menurut pembantu-pembantunya, Abu Nawas telah layak dipancung karena melanggar syariat Islam dan menyebar fitnah. Khalifah mulai terpancing. Tapi untung, ada seorang pembatunya yang memberi saran, hendaknya Khalifah melakukan tabayun (konfirmasi) dulu pada Abu Nawas.

Abu Nawas pun digeret menghadap Khalifah. Kini, ia menjadi pesakitan. "Hai Abu Nawas, benar kamu berpendapat tidak ruku' dan sujud dalam salat?" tanya Khalifah dengan keras.
Abu Nawas menjawab dengan tenang, "Benar Saudaraku."
Khalifah kembali bertanya dengan nada suara yang lebih tinggi, "Benar kamu berkata kepada masyarakat bahwa aku, Harun al-Rasyid adalah seorang khalifah yang suka fitnah?"
Abu Nawas menjawab, "Benar Saudaraku."
Khalifah berteriak dengan suara yang menggelegar, "Kamu memang pantas dihukum mati, karena melanggar syariat Islam dan menerbarkan fitnah tentang khalifah!"
Abu Nawas tersenyum seraya berkata, "Saudaraku, memang aku tidak menolak bahwa aku telah mengeluarkan dua pendapat tadi, tapi sepertinya, kabar yang sampai padamu tidak lengkap, kata-kataku diplintir, dijagal, seolah-olah aku berkata salah."

Khalifah berkata dengan ketus, "Apa maksudmu, jangan membela diri, kau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya!"
Abu Nawas beranjak dari duduknya, dan menjelaskan dengan tenang, "Saudaraku, aku memang berkata ruku' dan sujud tidak perlu dalam salat, tapi dalam salat apa? Waktu itu, aku menjelaskan tata-cara salat jenazah yang memang tidak perlu ruku' dan sujud."

"Bagaimana soal aku yang suka fitnah?" tanya Khalifah.
Abu Nawas menjawab dengan senyuman, "Kala itu, aku sedang menjelaskan tafsir ayat 28 surat al-Anfal, yang berbunyi ketahuilah bahwa kekayaan dan anak-anakmu hanyalah fitnah (ujian) bagimu. Sebagai khalifah dan seorang ayah, kamu sangat menyukai kekayaan dan anak-anakmu, berarti kamu suka "fitnah" (ujian) itu." Mendengar penjelasan Abu Nawas yang juga kritikan, Khalifah Harun al-Rasyid tertunduk malu, menyesal dan sadar.
Rupanya kedekatan Abu Nawas terhadap Harun al-Rasyid menyulut iri dan dengki di antara pembatu-pembatunya. Kedekatan ini dibuktikan Abu Nawas memanggil Khalifah Harun al-Rasyid dengan kata "ya akhi" (saudaraku). Hubungan di antara mereka bukan antara tuan dan hamba. Pembantu-pembantu khalifah yang hasud ingin memisahkan hubungan akrab tersebut dengan memutarbalikkan berita.

***


Saat ini, kisah yang menimpa Gus Dur mirip cerita Abu Nawas. Tersiar desas-desus, Gus Dur mengatakan Al Quran adalah kitab suci porno. Menurut kabar angin itu pula, pernyataan Gus Dur tersebut diucapkan sewaktu acara "Kongkow Bareng Gus Dur" di Kantor Berita Radio (KBR) 68H Jakarta, yang mengudara saban Sabtu pukul 10.00 sampai 12.00 WIB. Kebetulan saya salah seorang pembawa dari acara tersebut. Karena tuduhan itu, Gus Dur diteror oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam di Purwakarta (23/5).
Seperti nasib Abu Nawas, pernyataan Gus Dur tersebut sengaja diplintir, dan dilepaskan dari konteksnya karena ada motif dan untuk tujuan tertentu. Padahal dalam acara kongkow tersebut, berkali-kali Gus Dur menegaskan bahwa konsepi porno ada dalam otak seseorang. Kita sering bilang, orang yang otaknya lagi ngeres, atau lagi "piktor" (pikiran kotor). Penyataan Gus Dur yang lengkap begini, "Porno itu letaknya ada dalam persepsi seseorang. Kalau orang kepalanya ngeres, dia akan curiga bahwa Al-Quran itu kitab suci porno, karena ada ayat tentang menyusui (al-Baqarah: 233) dan ada roman-romanan antara Zulaikha dengan Yusuf (Yusuf: 24)." Liciknya, mereka yang pernah juga menyebarkan fitnah bahwa Gus Dur telah dibaptis, menyebarkan bahwa Gus Dur telah berkata bahwa Al-Quran itu kitab suci porno.

Pemenggalan kata-kata tersebut sangatlah berbahaya. Kita bisa mengatakan Al-Quran mengecam orang yang salat ketika hanya mengutip ayat 4 dalam surat al-Ma'ûn, "maka celakalah orang-orang yang salat!" (fawaylul lil mushallîn). Padahal maksudnya orang yang melaksanakan salat tapi masih celaka adalah orang yang salat tapi lalai: ingin dilihat orang, dan enggan bersedekah-dijelaskan dalam tiga ayat sesudahnya.
Gus Dur memang tidak pernah sepi dari tuduhan tersebut. Dulu ia pernah dituduh ingin mengubah assalamualaikum menjadi selamat pagi, siang, sore, dan malam. Seperti Abu Nawas, Gus Dur dituduh ingin mengubah rukun salat, ketika menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mengakhiri salat bukan lagi assalamualaikum yang diucapkan, tapi, selamat pagi untuk salat subuh, selamat siang untuk salat dzuhur, selamat sore untuk ashar, selamat petang untuk salat magrib, dan selamat malam untuk salat isya'. Padahal Gus Dur mengatakan boleh mengganti assalamualaikum dalam konteks sapaan (greeting) bukan dalam salat.

Untuk itulah, bagi yang masih berakal sehat, akan langsung bertabayun kepada Gus Dur, bukan langsung menuduh, menyebarkan fitnah, apalagi melakukan tindak kekerasan. Bukankah menurut Al-Quran hanya orang fasiklah yang tidak mau bertabayun?
Penulis adalah presenter "Kongkow Bareng Gus Dur"

0 comments:

Posting Komentar